Sabtu, 21 Agustus 2010

Kalender Agatha 2010

1 komentar
01 Sept'10 BKS ke-1 , tempat: Kel.Y Dodik Adiyanto (Perum Muria Indah A.428) , Pemandu : ...?
15 Sept'10 BKS ke-2 , tempat: Kel.St. Henny Wijaya (Perum Muria Indah G.638) , Pemandu : ...?
22 Sept'10 BKS ke-3 , tempat: Kel.Didik Siswanto (Perum Muria Indah I.740) , Pemandu : ...?
29 Sept'10 BKS ke-4 , tempat: Kel.K. Bayu Saputro (Perum Muria Indah F.006) , Pemandu : ...?

15 Okt'10 Rutin/Misa, tempat: Kel.Alexander Anjun(Perum Muria Indah B.274), Pemandu:Romo/Pro/Ketua

23 Nov'10 Adven-1 , tempat: Kel.Ign. Bayu Aji (Perum Muria Indah I.660) , Pemandu : ...?
01 Des'10 Adven-2 , tempat: Kel.Agung Sasongko (Perum Muria Indah A.422) , Pemandu : ...?
08 Des'10 Adven-3 , tempat: Kel.L. Hendy H (Perum Muria Indah I.694) , Pemandu : ...?
15 Des'10 Adven-4 , tempat: Kel.Herman Yosep (Perum Muria Indah G.640) , Pemandu : ...?

Ketua lingkungan .........: Bp. Dodik Adiyanto
Sekretaris Lingkungan : Bp. G. Sapto Adi
Sie Liturgi .....................: Bp. A. Edy Rustanto

Minggu, 07 Februari 2010

Surat Gembala Prapaskah Kepausan 2010

1 komentar

“Kebenaran[1]Allah telah dinyatakan karena iman dalam Yesus Kristus”
(lih. Rom. 3:21-22)


Saudara-saudari yang terkasih,
Setiap tahun, pada kesempatan Masa Prapaskah, Gereja mengundang kita untuk dengan tulus meninjau kembali hidup kita dalam cahaya Injil. Tahun ini, saya ingin menawarkan kepada Anda sekalian beberapa permenungan atas tema besar “keadilan”, dengan bertitik-tolak pada penegasan Paulus ini: “Kebenaran Allah telah dinyatakan karena iman dalam Yesus Kristus” (lih. Rom. 3:21-22).

Keadilan: “memberikan kepada yang berhak menerimanya”Pertama-tama saya ingin melihat arti istilah “keadilan”, yang pada umumnya mengandung pengertian “memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya”, menurut rumusan kesohor dari Ulpianus, seorang ahli hukum dari kota Roma pada abad ketiga. Namun, pada kenyataannya, definisi klasik ini tidak menspesifikasi, “hak” manakah yang harus diberikan kepada setiap orang itu. Apa yang paling dibutuhkan orang, tidak dapat dijamin oleh hukum. Agar supaya orang dapat hidup dengan sepenuhnya, dibutuhkanlah sesuatu yang lebih mendalam, yang dapat diberikan kepadanya hanya sebagai suatu pemberian: kita dapat mengatakan, bahwa seseorang hidup dari cinta-kasih itu, yang hanya bisa disampaikan oleh Allah, sebab Dialah yang menciptakan pribadi manusia sesuai dengan citra dan gambaran-Nya. Barang-barang duniawi memang berguna dan sungguh dibutuhkan, ─ sesungguhnya Yesus sendiri memang menaruh keprihatinan untuk menyembuhkan mereka yang sakit, memberi makan kepada orang banyak yang mengikuti-Nya, dan pastilah Dia mengutuk sikap tidak-mau-tahu, yang bahkan pada jaman sekarangpun telah menyebabkan rutusan juta orang mengalami kematian karena kekurangan makanan, air dan obat-obatan,─ namun “keadilan distributif” itu tetap saja tidak bisa memberikan kepada manusia seluruh kepenuhan “haknya”. Sebagaimana manusia membutuhkan makanan, demikian pula dia, malah lebih lagi, membutuhkan Allah. Santo Agustinus mencatat: seandainya “keadailan adalah keutamaan untuk memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya … lalu di manakah keadilan seseorang, apabila dia meninggalkan Allah yang benar?” (De Civitate Dei, XIX, 21).

Apakah Penyebab KetidakadilanPenginjil Markus melaporkan kata-kata Yesus berikut ini, yang disisipkannya di dalam perdebatan pada waktu itu tentang apa yang mencemarkan dan tidak mencemarkan orang: "Kamu semua, dengarlah kepada-Ku dan camkanlah. Apa pun dari luar, yang masuk ke dalam seseorang, tidak dapat menajiskannya, tetapi apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya." Kata-Nya lagi: "Apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya, sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat” (Mrk. 7:14-15.20-21). Lebih jauh dari masalah yang secara langsung menyangkut makanan, kita dapat menemukan dalam reaksi orang-orang Farisi di sana, hadirnya godaan yang selalu ada pada diri manusia: yakni untuk menempatkan asal-usul kejahatan di dalam sesuatu yang ada di luar manusia. Juga kini pun, jauh di dalam lubuk pemikiran-pemikiran modern adalah pengandaian ini: karena ketidakadilan datang “dari luar”, maka agar supaya keadilan berjaya, cukuplah kita menyingkirkan penyebab luaran yang menghalanginya itu. Yesus memperingatkan: cara berpikir yang seperti itu terlalu dangkal dan sempit. Ketidakadilan, sebagai buah dari yang jahat, tidak bersumber hanya pada yang luaran saja; asal-muasalnya terletak di dalam hati manusia itu sendiri, yang benih-benihnya berada secara tersembunyi di dalam kerja-sama manusia dengan yang jahat. Inilah juga yang dengan pahit diakui oleh si Pemazmur: “Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku” (Mzm. 51:7). Memang benar, manusia sangat diperlemah oleh suatu pengaruh yang sangat besar, yang bahkan melukai kemampuannya untuk masuk ke dalam persekutuan dengan orang lain.
Sebenarnya pada dasarnya manusia memiliki keterbukaan untuk berbagi secara bebas dengan orang lain, namun didapatinya juga di dalam dirinya suatu kekuatan asing berupa suatu daya-tarik yang membuatnya berbalik kepada dirinya sendiri dan mengafirmasikannya di atas dan melawan orang lain: inilah egoism, buah dan akibat dari dosa asal. Adam dan Hawa, tergoda oleh dusta tipuan si Iblis, dengan memetik buah misterius itu yang bertentangan dengan perintah Allah, telah menggantikan cara berpikir logis untuk menaruh kepercayaan kepada Cintakasih dan menukarnya dengan pola pikir logis kecurigaan dan persaingan; menggantikan sikap menerima dan mengharapkan dengan penuh kepercayaan kepada Yang Lain itu, dan menukarnya dengan mengambil secara bernafsu dan bertindak dari dirinya sendiri (bdk Kej. 3:6), dan dengan demikian lalu mengalami perasaan kecemasan dan kegelisahan.
Bagaimana orang bisa melepaskan dirinya sendiri dari pengaruh egoism ini lalu membuka dirinya terhadap Kasih?

Keadailan dan SedaqahDi jantung kebijaksanaan Israel, kita mendapatkan kaitan yang mendalam antara iman kepercayaan kepada Allah yang “menegakkan orang yang hina dari dalam debu” (Mzm. 113:7) dan keadilan kepada sesamanya manusia. Kata bahasa Ibrani itu sendiri, sedaqah, yang menunjuk kepada keutamaan keadilan, juga mengungkapkan hal itu dengan sangat bagus. Pada kenyataannya, sedaqah, di satu pihak mengungkapkan penerimaan manusia pada kehendak Allah Israel, tetapi di pihak lain juga mengungkapkan kesetaraan hubungan seseorang dengan sesamanya (lih. Kel. 20:12-17), terutama orang miskin, orang asing, para yatim-piatu dan jada-janda (lih. Ul. 10:18-19). Kedua arti itu berkaitan satu sama lain, karena bagi orang Israel, memberi kepada orang miskin, tidak lain dan tidak bukan sama artinya dengan memberikan kembali kepada Allah apa yang telah mereka dapatkan dari Dia, yang dahulu telah menaruh belas-kasihan kepada kesengsaraan umat-Nya. Pastilah bukan suatu kebetulan, bahwa penyerahan dua loh batu berisi hukum kepada Musa di Gunung Sinai itu terjadi sesudah mereka menyebrangi Laut Merah. Mendengarkan Hukum itu mengandaikan iman kepercayaan kepada Allah yang mula-mula “mendengar keluh-kesah” umat-Nya, dan lalu “turun untuk melepaskan mereka dari tangan orang Mesir” (lih. Kel. 3:8). Allah telah menaruh perhatian kepada seruan orang papa dan pada gilirannya Ia juga meminta supaya Dia didengarkan: dengan kata lain, Ia meminta sikap yang adil juga terhadap orang-orang papa (lih. Sir. 4:4-5, 8-9), terhadap orang-orang asing (lih. Kel. 22:20), terhadap budak-belian (lih. Ul. 15:12-18). Untuk dapat memasuki keadilan ini haruslah orang keluar dari dan meninggalkan rasa puas dirinya yang semu, yakni ketertutupannya yang mendalam, sebab justru itulah biang-keladi dari ketidakadilan. Dengan kata lain, yang sebenarnya dibutuhkan sekarang adalah suatu “exodus” yang lebih mendalam dari pada yang dahulu pernah dilakukan oleh Allah dengan Musa, yakni suatu pembebasan hati, yang tidak akan dapat dilakukan oleh Hukum itu dengan kekuatannya sendiri.
Kalau demikian, masih adakah bagi manusia harapan akan adanya keadilan?

Kristus, Keadilan AllahKabar Gembira kekristenan dengan sangat positif menjawab kehausan manusia akan keadilan itu. Santo Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Roma menegaskan: “Tetapi sekarang, tanpa hukum Taurat kebenaran Allah telah dinyatakan … karena iman dalam Yesus Kristus bagi semua orang yang percaya. Sebab tidak ada perbedaan. Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus. Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darah-Nya” (lih. Rom. 3:21-25).
Kalau demikian, apakah keadilan Kristus itu? Di atas semauanya, keadilan itu adalah yang keluar dari rakhmat, karena bukan manusia sendirilah yang telah mengadakan perbaikan yakni menyembuhkan diri sendiri dan orang lain. Pada kenyataannya, seperti dikatakan, bahwa “jalan pendamaian” itu mengalir dari darah Kristus, berarti, bahwa sebenarnya bukan kurban dari manusia itu sendiri yang telah membebaskannya dari beban dosa-dosanya, melainkan justru perbuatan kasih Allah, yang bahkan telah membuka Diri-Nya sampai sehabis-habisnya, bahkan sampai pada titik menerima dalam diri-Nya sendiri, “kutuk” yang sebenarnya harus dijatuhkan kepada manusia, sehingga dengan demikian manusia dapat menghaturkan “berkat” yang menjadi hak Allah (lih, Gal 3:13-14). Tetapi justru dari sini langsung muncul keberatan: keadilan macam apakah ini, di mana justru orang yang adil harus mati bagi mereka yang bersalah dan orang yang bersalah malah menerima berkat yang sebenarnya menjadi hak orang yang adil? Apakah ini bukan berarti, bahwa masing-masing menerima apa yang sebenarnya bertentangan dengan yang menjadi “hak”-nya? Pada kenyataannya justru di sinilah kita mendapatkan keadilan Allah, yang begitu berbeda dengan keadilan menurut pemahaman manusia. Allah telah membayar uang tebusan bagi kita dalam diri Putra-Nya, suatu harga tebusan yang sungguh tak terhingga besarnya. Terhadap keadilan Salib seperti itu orang mungkin memberontak, tetapi itu justru menunjukkan betapa manusia adalah makhluk yang sama sekali tidak bisa mencukupi dirinya sendiri. Ia membutuhkan Seorang Lain untuk dapat membuka dirinya dengan sepenuh-penuhnya. Akhir-akhirnya, berbalik kepada Kristus, atau percaya kepada Injil, berarti ini saja: keluar dari kepercayaan-semu bahwa ia mampu mencukupi dirinya sendiri, sehingga ia mempu mendapatkan dan menerima apa yang menjadi kebutuhannya, ─yakni kebutuhan akan orang-orang lain dan Allah sendiri, kebutuhan akan pengampunan dan persahabatan-Nya.
Dengan demikian kita dapat memahami, betapa sama sekali berbedanya iman kepercayaan dengan sekedar perasaan nyaman yang alami. Inilah fakta nyatanya: kerendahan hati sungguh dibutuhkan untuk dapat menerima, bahwa saya membutuhkan Yang Lain untuk dapat membebaskan diri saya dari “apa yang menjadi hak saya” dan untuk dapat menyerahkan diri saya dengan kerelaan sepenuhnya kepada “apa yang menjadi hak-Nya”. Dan hal ini terjadi terutama di dalam Sakramen Rekonsiliasi dan Ekaristi. Syukur kepada karya Kristus, sehingga kita dapat masuk ke dalam keadilannya yang “tertinggi” yang adalah karya kasih-Nya (lih. Rom. 13:8-10), yakni keadilan yang sungguh menyadarkan kita, bahwa, dalam segala-galanya, kita ini lebih merupakan “debitor” dari pada “kreditor”[2], justru karena kita telah menerima lebih dari pada yang kita harapkan.
Dikuatkan oleh pengalaman ini Umat Beriman digerakkan untuk berkontribusi menciptakan masyarakat yang adil, di mana setiap orang menerima apa yang dibutuhkannya untuk hidup sesuai dengan martabatnya yang khas sebagai manusia yang berkepribadian, dan di mana keadilan itu sungguh dihidupi oleh cintakasih.

Saudara dan saudari yang terkasih,
Masa Prapaskah ini akan mencapai puncaknya dalam Tri Hari Suci Paskah, di mana, dalam tahun ini juga, kita akan merayakan keadilan Allah, yakni kepenuhan kasih-Nya, anugerah-Nya dan juga karya penebusan-Nya. Semoga bagi seluruh Umat Beriman masa tobat ini akan merupakan masa pertobatan yang otentik dan masa untuk memupuk pengenalan kita akan misteri Kristus, yang telah datang untuk memenuhi setiap keadilan. Dengan harapan-harapan ini, Saya dengan setulus hati memberikan kepada Anda semua: Berkat Apostolik Saya.

Dikeluarkan di Vatikan, 30 Oktober 2009.

Benediktus XVI,
Paus

[1] Secara hurufiah Surat Gembala Kepausan ini berjudul: “Keadilan Allah telah dinyatakan karena iman dalam Yesus Kristus” (lih. Rom. 3:21-22). Akan tetapi Kata Yunani dikaiosynè (“keadilan”; Bahasa Latin: iustitia, Inggris justice) dalam Alkitab Perjanjian Baru kita diterjemahkan dengan kebenaran, kecuali dalam 2Kor. 6:7; 1Tim. 6:11; 2Tim. 2:22; Ibr. 1:9; 2Ptr. 1:1 kata itu diterjemahkan dengan keadilan. Dalam Mat. kata itu malah diterjemahkan dengan kehendak Allah (3:15) dan hidup keagamaan (5:20), sedang Tit. 3:5 menerjemahkannya dengan perbuatan baik. Dalam terjemahan ini kata “iustitia” (Lat.) atau “justice” (Ingg.) dipertahankan dengan ungkapan keadilan dalam teks Surat Gembala Prapaskah Kepausan, meskipun teks Alkitab yang direferensikannya, dipertahankan juga istilah alkitabiah Idonesianya, yakni kebenaran. Harap pembaca maklum adanya.

[2] Santo Bapa sengaja mempergunakan kedua istilah “debet” dan “kredit” ini, berkaitan dengan gagasan “penebusan” yang sering juga dikonsepkan sebagai “uang tebusan” yang harus dibayar seperti pembahasan dalam alinea sebelumnya.

Pesan PAUS BENEDIKTUS XVI

1 komentar
PESAN PAUS BENEDIKTUS XVI
UNTUK HARI ORANG SAKIT SEDUNIA Ke-18
11 Februari 2010

Saudara-saudari terkasih,

Hari Orang Sakit Sedunia ke-18 akan dirayakan di Basilika Vatikan pada tanggal 11 Februari yang akan datang dengan liturgi peringatan Bunda Maria dari Lourdes. Selain bertepatan dengan ulang tahun ke-25 Lembaga Dewan Kepausan untuk Tenaga Pelayanan Kesehatan (DKTPK) alasan lain adalah untuk bersyukur kepada Tuhan atas pelayanan DKTPK selama ini di bidang pastoral pelayanan kesehatan. Saya dengan sungguh-sungguh berharap bahwa peristiwa ini akan menjadi kesempatan untuk memberi lebih banyak dorongan kerasulan untuk melayani orang-orang sakit dan mereka yang merawat orang sakit.


Dengan peringatan Hari Orang Sakit Sedunia setiap tahun, Gereja bermaksud untuk melaksanakan tugas tersebut seluas-luasnya, yaitu meningkatkan kesadaran komunitas-komunitas Gerejani akan pentingnya pelayanan pastoral dalam dunia pelayanan kesehatan. Pelayanan ini merupakan bagian integral dari peran Gereja yang terukir dalam misi keselamatan Kristus sendiri. Dia, Sang Tabib Ilahi, “berjalan berkeliling sambil berbuat baik dan menyembuhkan semua orang yang dikuasai Iblis (Kis. 10:38). Dalam misteri Sengsara, Wafat dan Kebangkitan-Nya, penderitaan manusia menemukan makna dan cahaya kepenuhannya. Dalam surat Apostoliknya Salvifici Doloris, abdi Allah, Paus Yohanes Paulus II memberikan pesan-pesan yang mencerahkan dalam surat tersebut. Penderitaan manusiawi, telah mencapai puncaknya dalam kesengsaraan Kristus, tulis beliau . “Dan pada saat yang sama telah memasuki dimensi yang sama sekali baru dan suatu tatanan baru : penderitaan ini berkaitan dengan kasih ... dengan kasih yang menciptakan kebaikan, juga kasih yang menyingkirkan kejahatan melalui penderitaan, karena kebaikan tertinggi dari Penebusan dunia berasal dari Salib Kristus. Salib Kristus telah menjadi suatu sumber bagaikan sungai-sungai yang mengalirkan air hidup (N.18).
Pada Perjamuan Malam Terakhir, sebelum kembali kepada Bapa, Tuhan Yesus berlutut untuk mencuci kaki para Rasul, mengantisipasi tindakan kasih paling agung di Salib. Dengan tindakan ini Dia mengundang para Murid untuk masuk ke dalam pemahaman kasih yang sama yang diberikan khususnya kepada yang paling hina dan membutuhkan (bdk. Yoh.13:12-17). Dengan mengikuti teladan-Nya, setiap orang Kristen dipanggil untuk menghidupkan kembali, di dalam konteks yang berbeda dan selalu baru, perumpamaan orang Samaria yang baik hati, yang sedang melewati seorang pria yang ditinggalkan oleh perampok setengah mati di pinggir jalan, “dia melihatnya dan tergeraklah hatinya oleh belas kasihan, lalu menghampirinya dan membalut luka-lukanya, menyiraminya dengan minyak dan anggur; kemudian dia menaikkannya ke atas keledai tunggangannya dan membawa dia ke penginapan dan merawatnya. Keesokan harinya ia menyerahkan dua dinar kepada pemilik penginapan itu, katanya: Rawatlah dia dan jika kaubelanjakan lebih dari ini, aku akan menggantinya, waktu aku kembali. (Bdk. Luk.10:33-35).

Di akhir perumpamaan itu, Yesus berkata : Pergilah, dan perbuatlah demikian!" (Luk.10:37). Kata-kata ini juga Yesus tujukan kepada kita. Yesus mendesak kita untuk membungkuk kepada begitu banyak saudara-saudari kita yang luka secara fisik dan mental yang kita temui di jalan-jalan raya dunia. Dia membantu kita mengerti bahwa dengan rahmat Tuhan, menerima dan bertahan dalam hidup kita sehari-hari, pengalaman sakit dan menderita tersebut dapat menjadi sekolah harapan. Sebenarnya, seperti saya katakan di dalam Ensiklik Spe Salvi, Bukan dengan mengelak atau melarikan diri dari penderitaan kita sembuh, tetapi lebih oleh kemampuan kita untuk menerimanya, menjadi dewasa melaluinya dan menemukan makna melalui persatuan dengan Kristus, yang menderita dengan kasih yang tak terhingga (N. 37).

Konsili Ekumenis Vatikan II telah menyadarkan kembali tugas penting Gereja untuk memperhatikan penderitaan manusia. Di dalam Konstitusi dogmatik Lumen Gentium kita membaca bahwa Kristus diutus Bapa untuk membawa Kabar Baik kepada orang-orang miskin ... menyembuhkan hati yang menyesal (Luk.4:18), untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang� (Luk.19:10) ... Dengan cara yang sama, Gereja melayani dengan kasihnya semua orang yang sedih karena kesengsaraan manusia dan dia mengenali di dalam orang-orang yang miskin dan menderita, gambaran kemiskinannya dan penderitaan Sang Pendiri. Gereja melakukan semua itu dengan kekuatannya untuk meringankan kebutuhan mereka dan di dalam mereka dia berusaha melayani Kristus (N.8). Tindakan kemanusiaan dan rohani komunitas Gerejani bagi orang-orang sakit dan menderita telah ditunjukkan selama berabad-abad dalam banyak bentuk dan struktur pelayanan kesehatan, termasuk ciri khas kelembagaannya. Di sini saya ingin mengingatkan kembali komunitas-komunitas yang langsung dikelola oleh keuskupan-keuskupan dan mereka yang lahir dari kemurahan hati berbagai lembaga religius. Ini adalah warisan yang berharga yang berhubungan dengan kenyataan bahwakasih... perlu diorganisir sebagai syarat untuk pelayanan bersama secara teratur (Ensiklik Deus Caritas Est, N. 20). Pembentukan lembaga Dewan Kepausan untuk Tenaga Pelayanan Kesehatan 25 tahun yang lalu adalah untuk memenuhi keprihatinan Gereja bagi dunia kesehatan. Dan saya harus mengatakan lebih lanjut bahwa dalam sejarah dan kebudayaan, saat ini kita rasakan bahwa begitu besar kebutuhan akan kehadiran Gereja yang penuh perhatian dan berjangkauan luas untuk mendampingi mereka yang sakit, dan juga kehadiran Gereja dalam masyarakat yang dapat secara efektif menyampaikan nilai-nilai Injili yang melindungi kehidupan manusia dalam semua tahapnya, dari pembuahan hingga kematian secara alamiah.
Di sini saya akan menyampaikan Pesan untuk orang-orang Miskin, Sakit dan Menderita yang oleh Bapak-bapak Konsili ditujukan kepada dunia di penghujung Konsili Ekumenis Vatikan II : Kamu semua yang merasa berbeban Salib berat, kata mereka kamu yang menangis... kamu korban-korban penderitaan yang tak dikenal, tabahkanlah hatimu. Kamulah anak-anak Kerajaan Allah yang terpilih, Kerajaan harapan, kebahagiaan dan hidup. Kamu adalah saudara-saudara Kristus yang menderita, dan bersama Dia, jika kamu berkenan, kamu dapat menyelamatkan dunia (Dokumen-dokumen Vatican II, Walter M. Abbot, SJ). Dengan hangat saya berterima kasih kepada mereka yang setiap hari “melayani orang-orang sakit dan menderita agar “kerasulan belas kasih Tuhan menjadi semakin efektif menanggapi harapan-harapan dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat (Bdk. Yohanes Paulus II, Konstitusi Apostolik Pastor Bonum, Art. 152).

Dalam Tahun Imam ini, pikiran saya tertuju secara khusus kepada Anda, para Imam terkasih, Duta orang-orang Sakit, tanda dan sarana belas kasihan Kristus yang harus menggapai setiap orang yang didera oleh penderitaan. Saya menghimbau Anda, para Uskup terkasih, untuk bekerja keras dalam memberi mereka perhatian dan penghiburan. Semoga waktu yang dihabiskan untuk berada di samping mereka yang sedang menjalani pencobaan melahirkan buah-buah rahmat untuk semua orang, itulah dimensi lain dari pelayanan pastoral. Akhirnya saya ingin berbicara kepada kalian, orang-orang sakit terkasih dan saya minta kalian berdoa dan mempersembahkan penderitaan kalian untuk para imam, supaya mereka boleh melanjutkan untuk setia pada panggilan mereka dan pelayanan mereka menjadi kaya dengan buah-buah rohani demi kepentingan seluruh Gereja.

Dengan perasaan yang mendalam, saya memohon, untuk orang-orang sakit, juga untuk semua yang merawat mereka, perlindungan keibuan Bunda Maria Salus Infirmorum, dan saya dengan sepenuh hati memberi Berkat Apostolik kepada mereka semua.


Dari Vatikan, 22 November 2009,
pada Hari Raya Kristus Raja



Benediktus PP XVI




Minggu, 24 Januari 2010

Surat Gembala 2010

1 komentar
Surat Gembala Tahun Syukur Keuskupan Agung Semarang 
2-3 Januari 2010

Para Ibu dan Bapak, Para Suster dan Bruder,

Kaum muda, remaja dan anak-anak,

Saudari dan saudaraku yang terkasih dalam Kristus.


1. Arah Dasar Keuskupan Agung Semarang 2006-2010 akan diteguhkan dengan syukur pada tahun ini. Dewan Karya Pastoral Keuskupan Agung Semarang mengajak kita semua untuk memasuki tahun 2010 sebagai Tahun Syukur. Ada banyak alas an untuk bersykur; beberapa hal yang dapat disebutkan antara lain :

Syukur atas semangat berbagi yang ditandai dengan Kongres Ekaristi di Gua Maria Kerep Ambarawa
Syukur atas habitus baru yang mulai tampak dalam banyak bidang kehidupan Gereja
Syukur atas fokus-fokus pastoral yang mendapat perhatian dari seluruh umat
Syukur atas Tahun Imam yang dimanfaatkan oleh para imam untuk mengadakan retret bersama dalam hidup sehari-hari,
Syukur atas ulang tahun Keuskupan Agung Semarang yang ke-70

2. Tema yang diambil untuk Tahun Syukur adalah Terlibat Berbagi Berkat. Tema ini dilandasi oleh Surat Pertama St. Paulus kepada umat Tesalonika 5:18: Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus. Kita ingin mensyukuri habitus baru yang berkembang selama tahun-tahun 2006-2010, khususnya semangat berbagi.

Tahun Syukur diadakan dengan tujuan: pertama, untuk merayakan persekutuan paguyuban-paguyuban umat Allah dalam kehidupan bermasyarakat. Kehidupan paguyuban-paguyuban umat Allah memberikan bentuk nyata semangat berbagi sehingga kehadiran Gereja memiliki daya kesaksian dan daya ubah. Kedua, untuk meneguhkan keterlibatan keluarga-anak-remaja-kaum muda pada pengembangan iman umat. Keterlibatan keluarga-anak-remaja-kaum muda dalam pengembangan iman, sungguh menyuburkan militansi iman dan semangat missioner. Ketiga, untuk menyatakan penghargaan yang tulus atas berbagai usaha inkulturasi iman yang mengakar pada budaya setempat dan panggilan khusus iman yan gmengakar pada budaya setempat dan panggilan khsusu para pelayan Gereja yang tetap dan diharapkan semakin subur.

Saudari-saudaraku yang terkasih,

3. Kita memasuki Tahun Syukur masih diwarnai oleh kegembiraan Natal dan Tahun Baru. Kegembiraan menjadi alas an bagi orang-orang majus dari Timur untuk menyembah Yesus dan menemukan cara hidup yang baru.

3.1. Ketika mereka melihat bintang itu, sangat bersukacitalah mereka (Mat 2:10). Sukacita orang-orang majus semakin disempurnakan oleh perjumpaan pribadi dengan Yesus dan keluarga kudus. Perjumpaan pribadi bukan hanya menyempurnakan kegembiraan mereka tetapi juga mengubah hidup mereka karena mereka membuka diri. Maka masuklah mereka ke dalam rumah itu dna melihat Anak itu bersama Maria, ibu-Nya, lalu sujud menyembah Dia. Mereka pun membuka tempat harta-harta bendanya (Mat 2:11). Orang-orang majus dari Timur itu membuka diri dan turut menjadi ahli-ahli waris dan anggota-anggota tubuh dna perserta dalam janji yang diberikan dalam Kristus Yesus (Ef 3:6). Perjumpaan dengan Allah telah membuat mereka menjadi kaya. Gambaran kekayaan yang melimpah dapat kita temukan dalam Kitab yesus yang dibacakan hari ini: Pada waktu itu engkau akan heran melihat dan berseri-seri, engkau akan tercengang dan akan berbesar hati, sebabkelimpahan dari seberang laut akan beralih kepadamu, dan kekayaan bangsa-bangsa akan datang kepadamu (Yes 60:5).

3.2.Perubahan nyata yang mereka alami adalah mereka bukan hanyamencari tetapi berani mengambil jalan lain. Mereka mengambil inisiatif. Mereka tidak kembali kepada Herodes; mereka tidak kembali ke habitus lama tetapi mereka memilih jalan lain; memilih habitus baru. Bacaan pertama menegaskan perubahan dari habitus lama ke habitus baru: Bangkitlah, menjadi teranglah, sebab terangmu datang dan kemuliaan Tuhan terbit atasmu bangsa-bangsa berduyun-duyun datang kepada terangmu, dan raja-raja kepada caya yang terbit bagimu (Yes 60:1.3)


3.3.Tahun Syukur dibuka pada Hari Raya Penampakan Tuhan. Kita didorong untuk menampakkan cara hidup yang baru dalam hidup menggereja dan bermasyarakat: menampakkan Tuhan

Saudari-saudara terkasih,

4. Saya yakin seluruh umat mendambakan Gereja yang menampakkan Tuhan dalam setiap karya penyelamatannya.

4.1. Saya mengajak seluruh umat untuk berdoa bagi makin bermaknanya paguyuban-paguyuban dalam hidup menggereja dan memasyarakat. Salah satu usaha merayakan syukur atas paguyuban-paguyuban umat Allah adalah mewujudkan semangat berbagi dengan tetangga dekat, kanan kiri rumah kita yang sabanhari kita jumpai. Sapaan sederhana sebagai sesama manusia sudah merupakan wujud kesediaan kita untuk berbagi perhatian.

4.2. Kevikepan, paroki, komunitas religious,maupun kelompok-kelompok yang ada di tengah umat tentu akan menyusun program kerja dan prakarsa-prakarsa untuk mengembangkan refleksi dan aksi atas habitus baru sehingga tampaklah Tuhan yang hadir di tengah umat-Nya.

4.3. Yang tidak boleh dilupakan adalah usaha terus-menerus untuk menjaga dan mengembangkan kesuburan panggilan hidup khussu sebagai pelayan Gereja. Keluarga, paguyuban anak-remaja-kaum muda, sekolah-sekolah, Perguruan-perguruan Tinggi katolik sangat diharapkan ikut mendukung tumbuh nya benih-benih panggilan dalam kehidupan orang-orang muda. Kebiasaan kecil seperti doa bersama dalam keluarga dan komunitas kiranya menjadi awal untuk menyadari kehadiran Tuhan sekaligus mengenalkan panggilan.

Saudari-saudaraku yang terkasih,

5. Dalam kesempatan yang baik ini, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh umat ataas doa-doa, perhatian dan dukungan untuk pengembangan paguyuban umat Allah, untuk tumbuh suburnya semangat berbagi, dan untuk para imam, biarawan dan biarawati. Kita

6. Memohon rahmat dan kekuatan dari Allah yang mahakasih atas segala rencana dan usaha kita untuk mewujudkan Tahun Syukur. Semoga kehadiran Tuhan semakin ditampakkan alam karya-karya dan dosa kita. Marilah kita saling mendukung dan meneguhkan dalam panggilan dan perutusan hidup kita sebagai murid-murid Kristus.

Walaupun sudah sedikit terlambat, perkenankan saya mengucapkan Selamat Tahun Baru. Semoga Tuhan melimpahkan berkat, perlindungan dan damai sejahtera kepada keluarga dan komunitas kita.


Semarang, 02 Januari 2010

Hari Raya Penampakan Tuhan

ttd

Pius Riana Prapdi

Kamis, 21 Januari 2010

Selamat Datang

0 komentar
Hore..... hari ini 21 Januari 2010. Lingkungan Agatha punya wadah blog...asyik....